Gapura
Wringin Lawang
Wringin Lawang terletak tak jauh ke selatan dari jalan utama di Jatipasar. Dalam bahasa Jawa, "Wringin
Lawang" berarti "Pintu Beringin". Gapura agung ini terbuat dari
bahan bata merah dengan luas dasar 13 x 11 meter dan tinggi 15,5 meter.
Diperkirakan dibangun pada abad ke-14. Gerbang ini lazim disebut bergaya 'candi bentar'
atau tipe gerbang terbelah. Gaya arsitektur seperti ini mungkin muncul pada era
Majapahit dan kini banyak ditemukan dalam arsitektur Bali. Kebanyakan
sejarahwan sepakat bahwa gapura ini adalah pintu masuk menuju kompleks bangunan
penting di ibu kota Majapahit. Dugaan mengenai fungsi asli bangunan ini
mengundang banyak spekulasi, salah satu yang paling populer adalah gerbang ini
diduga menjadi pintu masuk ke kediaman Mahapatih Gajah Mada.
Gapura
Bajang Ratu
Tidak jauh dari Candi Tikus, di desa Temon
berdiri gapura Bajang Ratu, sebuah
gapura paduraksa anggun dari bahan bata merah yang
diperkirakan dibangun pada pertengahan abad ke-14 M. Bentuk bangunan ini
ramping menjulang setinggi 16,5 meter yang bagian atapnya menampilkan ukiran
hiasan yang rumit. Bajang ratu dalam bahasa Jawa berarti 'raja
(bangsawan) yang kerdil atau cacat.' Tradisi masyarakat sekitar mengkaitkan
keberadaan gapura ini dengan Raja Jayanegara, raja kedua Majapahit. Berdasarkan
legenda ketika kecil Raja Jayanegara terjatuh di gapura ini dan mengakibatkan
cacat pada tubuhnya. Nama ini mungkin juga berarti "Raja Cilik"
karena Jayanegara naik takhta pada usia yang sangat muda. Sejarahwan
mengkaitkan gapura ini dengan Çrenggapura (Çri Ranggapura) atau Kapopongan di
Antawulan (Trowulan), sebuah tempat suci yang disebutkan dalam Negarakertagama sebagai pedharmaan (tempat
suci) yang dipersembahkan untuk arwah Jayanegara yang wafat pada 1328
Candi
Tikus
Candi Tikus
adalah kolam pemandian ritual (petirtaan). Kolam ini mungkin menjadi
temuan arkeologi paling menarik di Trowulan. Nama 'Candi Tikus' diberikan
karena pada saat ditemukan tahun 1914, situs ini menjadi sarang tikus. Dipugar
menjadi kondisi sekarang ini pada tahun 1985 dan 1989, kompleks pemandian yang
terbuat dari bata merah ini berbentuk cekungan wadah berbentuk bujur sangkar.
Di sisi utara terdapat sebuah tangga menuju dasar kolam. Struktur utama yang
menonjol dari dinding selatan diperkirakan mengambil bentuk gunung legendaris Mahameru. Bangunan yang tidak lagi lengkap ini
berbentuk teras-teras persegi yang dimahkotai menara-menara yang ditata dalam
susunan yang konsentris yang menjadi titik tertinggi bangunan ini.